Selasa, Juni 09, 2009

Obama adalah sejarah yang Muda

Sejarah di negeri bernama Indonesia adalah sebuah keniscayaan. Kata-katanya begini: ketika anda memilih sejarah niscaya anda tinggal sejarah. Sejarah didefinisikan sesuatu yang ketinggalan jaman, kuno dan tua. Sejarah dalam obrolan pergaulan sering ditujukkan untuk meremehkan sesuatu bahkan seseorang.

Jurusan sejarah dalam perguruan tinggi tak kalah miris, bukan saja tidak diminati calon mahasiswa saat mendaftar, mungkin juga yang sudah mahasiswa sekalipun tak pernah berfikir adakah jurusan ini dalam kampusnya. Kalaupun ada peminat jumlahnya kalah banyak dengan tim sepakbola. Pernah di tahun 2005 dalam sebuah kebetulan saya mendengar seorang mahasiswi berkomentar sambil menunjukkan wajah heran, dia berkata ‘memangnya apa sih dipelajari mahasiswa sejarah? Terus setelah lulus mereka jadi apa? Paling banter jadi guru sejarah!’.saat itu spontan saja saya berujar: Selamat! Secara perlahan Indonesia kehabisan jati dirinya dimulai semenjak sang mahasiswi ini berujar.

Jangan takut tahun ini (2009) keadaan akan segera berubah, bukan karena sang mahasiswi pindah jurusan, bukan karena Indonesia menaikkan anggaran khusus kepada perguruan tinggi jurusan sejarah, namun karena ada sejarah sedang berlangsung, sedang berkata-kata dengan sendirinya dan sedang jadi inspirasi lewat berdirinya saja satu orang ini, dan orang itu adalah Barrack Husein Obama.

Saya tak perlu lagi menghambur-hamburkan kata-kata, juga tenaga untuk menceritakan bagaimana seorang Obama dari sekedar mahasiswa bisa yang mengambil jurusan sejarah berubah menjadi presiden. Buku-buku dan orang2 kompeten sudah menceritakannya secara kumplit. Saat ini saya ingin sebentar menjadi (sok) cendikiawan Islam ala Din Syamsudin, menjadi ahli komunikasi politik ala effendi gozali dan sedikit menjadi sejarawan ala Gonggong dalam mengomentari pidato Obama mengenai dunia Islam tanggal 4 Juni 2009 di University of Cairo, Kairo-Mesir.

Dia (Obama) mengawali pidato dengan kata terimakasih. Kali ini kata fellow tak keluar selain sudah tidak berfungsi lagi sebagai komunikasi politik tapi mungkin Obama belum menganggap dunia Islam sebagai Fellow-nya.

Lalu dia cerita tentang hal yang mungkin saat kampanye dulu kurang populer yaitu: menghabiskan masa kecilnya di Indonesia. Kemudian dia bercerita tentang Keunggulan Islam dan kemuliaan seorang muslim. Sampai sini tak ada yang istimewa karena mencari data mengenai Islam tentunya mudah saja bagi Obama selain karena memang dia mempelajari sejarah ketika kuliah namun dia juga melihat langsung bagaimana kehidupan muslim dapat bertoleransi dengan banyak agama.

Keadaan mulai menghangat ketika dia mengutip ayat Al-Quran kurang lebih artinya “barang siapa menghancurkan satu orang tak berdosa maka hancurlah seluruh umat manusia” (maaf surat, ayat dan bunyi tepatnya saya lupa karena hafidz quran belum mampu). Saat ayat itu dibacakan serentak audience bertepuk tangan malah diantara penonton ada yang berteriak Allahu Akbar. Perkara kutip mengutip ayat suci ini sebenarnya bukan hal baru buat Obama, bila melihat media exposure-nya maka ini adalah kali kedua setelah dia mengutip kitab injil saat pelantikan dirinya menjadi presiden 20 Januari 2009 lalu.

Selanjutnya dia bicara mengenai kebebasan Islam di Amerika. Dia meyakinkan keadilan akan didapatkan kaum muslim bahkan wanita mendapat jaminan keamanan untuk mengenakan jilbabnya. Dia menceritakan jumlah mesjid di Amerika. Obama berusaha meyakinkan bahwa Amerika tidak membenci Islam melainkan para eksrimis islam yang memporak porandakan WTC.

Lalu dia mendukung kemerdekaan palestina dan meminta Israel membongkar pemukiman penduduk di daerah Tepi Barat. Isu nuklir Iran dan kesetaraan perempuan tak luput dari pidatonya. Terorisme dan kebebasan beragama juga jadi fokus utamanya.

Saya pikir takkan cukup kata untuk menguraikan jelasnya isi pidato Obama jadi lebih baik membaca sendiri isi pidatonya yang dikeluarkan oleh US Embassy untuk Indonesia. anda bisa memilih dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Karena saya suka dengan dunia komunikasi massa maka itu saja yang akan saya perdalam.

Sejak lama kebudayaan membaca selalu dianggap penting kehadirannya, namun tak pernah dianggap penting oleh anak muda. Maka hari itu saya melihat jelas perbedaannya. Obama yang suka sekali membaca membuat pembendaharaan katanya menjadi kaya, sehingga memiliki kekuatan dari kata-kata yang keluar ditambah dengan jurusan sejarah memang harus menjadi pembaca sebelum pengkritik. Saya belum pernah melihat orang dengan gesture tak segarang bintang rock kala konser namun dapat menundukkan dunia dalam diam seolah kehilangan kata sedikit saja maka hancurlah dunia. Bahkan di Kairo Obama mengalami sendiri hysteria ala konser rock lewat teriakan ‘we love you!’ dari seorang penonton. Sangat jauh berbeda dengan pidato pemimpin negeri ini yang gesturenya banyak actionnya sedikit begitupun dengan presiden Amerika Sebelumnya George W.Bush.

Balik lagi ke tulisan awal post ini mengenai sejarah. Ada baiknya para sejarawan (atau peminat besar terhadap sejarah) diberdayakan untuk mengisi posisi diplomatik pemerintahan. Kemampuan diplomatik akan menjadi jalan paling populer di abad ini, bahkan dalam hal perebutan wilayah Ambalat dan paten akan mudah bagi seseorang yang membaca sejarah. Ayo patahkan banyak klaim asing mengenai produk Indonesia lewat sejarah panjang Indonesia. Di tangan mereka nasib Indonesia ditentukan. Departemen luar negeri harus menempatkan orang yang sangat tahu Indonesia untuk ‘menjual’ Indonesia ke luar negeri. Hentikan memilih posisi diplomat berdasarkan anak diplomat yang sedikit sekali belajar tentang Indonesia, malah seperti tak kenal negerinya sendiri. Negara Indonesia bukan Batik, Bali, atau Gamelan. Kini posisi Indonesia sedang diperhitungakn. Obama 4x menyebut Indonesia dalam definisi yang positif. Banyak orang akan mendidik anaknya khas seperti orang tua Indonesia mangajari anaknya. Sopan santun yang jadi musuh modernisasi kini justru akan menempel pada modernitas itu sendiri. Toleransi umat beragama yang dulunya hanya jadi jawaban wajib di setiap soal PMP/PPKN kini akan menjelma, bahkan akan berdiri dalam setiap orang Indonesia.

Saya sedikit menyesal tidak menulis jurusan sejarah dalam UMPTN dulu, namun tak sedikit pun menyesal memilih Komunikasi sehingga tak mungkin lahir tulisan ini. Post yang ditujukkan untuk memotivasi dan mengompori orang lain agar lebih Indonesia daripada Indonesia yang luas itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar