Kamis, Juni 25, 2009

C.L.B.K yang Menistakan Rumah Tangga

CLBK( Cinta Lama Bersemi Kembali) termasuk salah satu kasus penyebab retaknya rumah tangga. Sampai post ini ditulis saya sudah mendengar langsung (dan paling anti menceritakan apa yang tidak terinderakan sendiri) kasus perceraian dan menjelang perceraian disebabkan oleh CLBK. Bila sekarang saya tulis disini tak ada sedikitpun untuk bergunjing atau menghina-hina diatas penderitaan, saya mengajak anda belajar dari pengalaman mereka.

Kasus 1: adalah seorang pria Jakarta kerja di luar Jawa semenjak bujang, jatuh cinta dan menikah dengan orang sana. 10 tahun perkawinan bahagia menghasilkan 3 orang anak. Biduk rumah tangga pecah sekalian dalam 1 tahun di 2008 dengan satu pengakuan menyakitkan bahwa sang istri mencintai sang mantan kekasih dan memilih bercerai demi cinta lama yang menuntut penyelesaian. Kini sang Pria kerja keras menstabilkan hidupnya yang porak poranda, berlagak tidak stress lewat hura-hura. Nyatanya bukan dia yang menderita tapi juga anak-anak. Pemisahan anak yang semula didasarkan atas keadilan dan rasa sayang terakhir justru diberikan semua pada sang istri karena pria ini tidak tega melihat penderitaan anak. TRAGIS… sang pria yang kebetulan temanku entah apa yang berkecamuk dalam hatinya bila malam datang, pastinya pria ini bukanlah bajingan yang menganggap hilangnya 10 tahun perkawinan, 3 anak, dan penghidupan mapan sama seperti hilangnya upil atau uang recehan.

Kasus 2: seorang Ikhwan (moga anda mengerti mengapa saya tak menyebut pria/lelaki) menikah 2-3 tahun entahlah saya lupa persisnya. Si ikhwan ini karena aktivitasnya di luar rumah lebih banyak dengan seorang perempuan membuktikan bahwa benar adanya cinta bisa muncul karena terbiasa bahkan si ikhwan ini berniat menikahinya dan sang perempuan tak keberatan menikah siri selama proses cerai dengan sang istri berlangsung. Dari situ dia selalu merasa sang istri jauh lebih jelek dari perempuan ini, merasa bahwa sang istri kurang bisa melayaninya, dengan alasan itulah sang ikhwan akan menceraikannya. Kelanjutannya saya sudah tak ingin tahu karena kadung muak dengan keegoisan sang ikhwan ini. Lalu dari mana saya bisa memutuskan dia ikhwan yang egois? Saya sengaja tak menuliskannya diawal agar penilaian tetap netral, entahlah kalau dari pertama saya bilang “si ikhwan dulu memutuskan menikah karena sakit hati ditinggal mantan kekasih!”. Kudoakan mereka tak jadi bercerai dan usai sudah perselingkuhan itu.

Sebagai perempuan yang masih lajang saya belajar banyak dari kasus 2. Sebaiknya ketika seseorang memutuskan untuk menikah maka lepas dari semua kisah indah di masa lalu, saya menyebutnya keadaan ‘tenang’. Baik tenang saat menerima pinangan, dan tenang karena tidak ada hutang dengan masa lalu.

Tanyakan pada diri anda, ada berapa cinta pernah singgah dan masih berkesan dalam hati anda sebelum menikah? Dan untuk yang masih single pertanyaannya lebih rumit, ada berapa cinta yang belum selesai kandas tak bersisa?. Kalau jawabannya ‘masih banyak’ maka anda harus masuk program “membersihkan otak dari cinta dan kenangan masa lalu”. Program yang ada dalam khayalan yang profesinya sedang saya khayalkan juga jurusannya dalam perguruan tinggi.

Cinta tak pernah dikenal dalam Islam. Menikah adalah sekolah menumbuhkan cinta (mengunduh dari blog orang). Itu sebabnya pacaran dalam Islam termasuk zinah dan ada cara-cara yang diatur yang disebut dengan taaruf. Ada yang menyebut taaruf penuh dengan resiko, pemaksaan dan buat kaum hedonis mungkin terkesan menderita. Terserah pendapat anda tapi saya memilih ini untuk menentukan jodoh. Alasannya sudah saya jelaskan di atas bahwa cinta memang menuntut penyelesaian, pengakuan, penyatuan.

Cinta menuntut penyelesaian, untuk hubungan yang mungkin sudah selesai dianggap selalu belum selesai selama keduanya belum bahagia baik bersama maupun terpisah, jangan salah ketika memang tak bahagia sekalipun cinta tetap menuntut penyelesaian, jujur hal ini buat otakku runyem karena begitu absurdnya.
Cinta menuntut pengakuan padahal tak ada yang harus diakui misalnya, oknum cinta akan berbuat ganas sekaligus sadis. Bahkan ketika sang kekasih sudah berpasangan pengakuan tetap dituntut walau dengan harga perselingkuhan, otakku makin pusing tak mengerti.
Cinta menuntut penyatuan, sudahlah ini perginya ke hasrat alami manusia. Bahasa Arab menyebutnya dengan Hayawaniah=Hewani. Demi hasrat yang ini puluhan anak gadis kehilangan keperawanan, jutaan anak lelaki menjadi dewasa sebelum waktunya kalau tak ada keimanan yang tebal Cinta yang ini takkan pernah terpuaskan, semacam candu dia ketagihan, semacam petualang dia mencari alam yang belum terjamah. Sekarang otak saya serasa tambah berat dengan teori ngawur yang saya ciptakan sendiri ini.

Saya sedang menentukan sikap, kusudahi semua cinta yang pernah datang padaku. Takkan kupilih cinta sebab tak ingin dituntut hal-hal yang remeh diatas. Saya menjamin tak akan lagi terpengaruh cinta lama, jangankan datang dengan menggoda cinta lama mengiba pun tak kan membuatku bergeming. Mengutip lagu peterpan “jangan tanyakan lagi cinta yang telah mati”. Saya sudah selesai dengan picture perfect, suamiku adalah cintaku kelak, dengannya kuharap saya bisa tambah khusyuk ibadah, sama2 berjuang di dunia untuk entah dia memilih siapa jodohnya di akhirat. Jodoh yang tentunya sudah sesuai dengan yang kita minta tanpa perlu keluar sepatah katapun.

“Jazaa’uhum Inda Robbihin Janatu adnin tajri min tahtihal anharu Kholidzina fihaa abadaa, radyallahu anhum waraddhu anhu dzalika liman Khasiya Rabbah”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar